Sabtu, 29 Maret 2014

Suram Tak Terawat, Kraton Surakarta yang Menyedihkan

Sepeda motor, mobil, dan bus berjalan merangkak di jalan sempit yang menghubungkan alun-alun utara dengan alun-alun selatan. Bunyi klakson sesekali memekakan telinga, menambah kekacauan jalan yang juga menuju kraton Surakarta Hadiningrat itu.

Saya berjalan kaki mencari penjual tiket sebelum masuk ke dalam museum kraton. Dibantu seorang tukang becak, saya kemudian membeli tiket masuk dengan harga Rp. 10.000.

Kraton Surakarta didirikan Pakubuwana II setelah kraton di Kartasura mengalami kerusakan parah akibat peperangan saudara. Dari kartasura sang raja memindahkan kratonnya 12 kilometer ke arah timur di desa sala. Pakubuwana mendirikan istana baru yang dinamai S urakarta. Istana Surakarta selesai dibangun tahun 1745.

Nampak dari luar kraton Surakarta sangat megah. Benteng yang mengelilingi kraton menjulang tinggi. Kemegahan dinding setara dengan bangunan kratonnya. Bangunan didominasi cat putih dengan selingan warna biru.

Wajah kraton Surakarta yang dilihat sekarang adalah hasil pembangunan Pakubuwana X. Hal ini dapat dilihat dari nama Pakubuwana X yang tertulis di sejumlah tembok kraton. Masa Pakubuwana X kraton Surakarta mengalami masa keemasan. Sejarawan Kuntowijoyo menyebut Pakubuwana X sebagai raja terbesar dalam sejarah kraton Surakarta.

Setelah mendapatkan karcis, saya melangkah masuk ke dalam kraton. Di dalam kraton terdapat satu komplek yang berfungsi sebagai museum. Museum kraton ini menyimpan berbagai benda pusaka kraton seperti kereta kuda, meriam, dan sebagainya.

Saya terkesan dengan koleksi museum kraton. Tapi saya merasa sedih melihat kondisinya. Museum kraton selain kurang pencahayaan, juga kotor tak terawat. Dinding cat yang berwarna putih karena tak terawat menjadi suram. Sarang laba-laba berayun di pojok dinding menimbulkan kesan tak enak dipandang.

Melihat kondisi bangunan itu saya sangat miris. Bangunan cagar budaya dengan nilai historis yang tinggi seperti hanya didiamkan untuk menunggu kemusnahanya. Saya hanya mengelus dada sambil berharap pemerintah Solo mau peduli dengan masa depan bangunan yang juga merupakan landmark kota ini.

Saat saya memotret beerapa sudut bangunan kraton, sekelompok murid SD tmpak antusias memasuki museum kraton. Mereka menenteng semacam buku catatan sambil mebdengar dengan hikmat pemandu wisata.


image from google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar