Minggu, 07 Juli 2013

Cirebon Surganya Kuliner

Pagi di Kota Cirebon seperti datang lebih awal. Serasa baru saja merebahkan tubuh setelah perjalanan panjang semalam, sinar matahari nan terik sudah bertengger di atas atap rumah tempat saya menginap. Sangat jarang sekali menemui kota ini dengan suasana pagi yang dingin dan berudara segar.

Pertanyaan pertama yang muncul saat saya membuka tirai jendela adalah; sajian khas apalagi yang biasa dihidangkan kota ini untuk mengawali hari? Ya, sebuah pertanyaan yang wajar. Kota Cirebon, selain dikenal memiliki sejumlah tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi, juga menyediakan beraneka ragam khas sajian kuliner yang unik dan lezat. Bagi para pelancong yang doyan makan, kota ini menawarkan menu-menu istimewa yang patut untuk dicicipi. Ada nasi jamblang, docang, nasi lengko, mie koclok, dan banyak lagi kuliner yang dapat ditemui di sepanjang jalan di kota ini.

Setelah meminta pertimbangan dari seorang teman yang telah tahu banyak mengenai kota ini, saya memutuskan untuk mencicipi docang, kuliner khas kegemaran masyarakat Cirebon. Untuk menemukan docang tidak begitu sulit. Para penjaja kuliner yang satu ini biasa menjual dagangannya di pinggir-pinggir jalan. Dari tempat saya menginap di pinggir kota, mengendarai sepeda motor hanya dibutuhkan waktu kira-kira 15 menit untuk menemukan para penjual docang di jantung kota.
Seorang ibu penjual docang sedang menyiram kuah di atas piring

Menurut penuturan teman saya, docang merupakan kuliner khas yang biasa disajikan untuk sarapan pagi. Kedudukan kuliner ini bisa disamakan dengan gudeg atau nasi liwet yang dimiliki kota Yogyakarta dan Solo. Bila gudeg dan nasi liwet adalah menu sarapan orang Yogkarta dan Solo, maka docang menjadi menu sarapan favorit bagi orang Cirebon sebelum memulai aktivitasnya.

Dilihat sekilas tampilan seporsi docang terkesan “rame”. Sepiring docang terlihat seperti sup yang berisi lontong dan ditaburi kerupuk. Unsur bahan makanan lain yang terdapat dalam seporsi docang adalah daun singkong dan toge. Kekhasan makanan ini terdapat pada rasa kuahnya yang sangat gurih.


Seperti umumnya di berbagai tempat di Jawa, orang Cirebon menyimpan cerita unik dibalik makanan yang satu ini. Masyarakat Cirebon percaya bahwa docang merupakan peninggalan seorang pangeran Cirebon sejak berabad-abad lalu. Alkisah, suatu hari seorang pangeran mengadakan acara pengajian bersama dengan para pengikutnya. Oleh karena makanan yang disajikan untuk para pengikutnya tidak habis, si pangeran yang merasa kesal lalu mencampurkan makanan yang masih tersisa ke dalam sebuah wadah. Jadilah sisa-sisa makanan itu menjadi sebentuk makanan yang kemudian digemari para pengikutnya dan dikenal dengan nama docang.

Jika sarapan di pagi hari terasa pas dengan sepiring docang yang gurih, sajian makan siang menggugah selera saya temukan di dalam sepiring nasi lengko. Nasi lengko adalah kuliner khas Cirebon kedua yang saya nikmati. Di Cirebon kuliner yang identik dengan bumbu kacangnya ini juga dengan mudah dapat saya temui.
Salah satu rumah makan terkenal yang menyajikan nasi lengko adalah nasi lengko Pagongan milik H. Barno. Menjelang jam makan siang, rumah makan yang juga menawarkan menu sate kambing muda itu selalu ramai dipenuhi pengunjung. Umummnya pengunjung adalah warga Cirebon dan para wisatawan dari luar daerah yang ingin mencicipi kelezatan nasi lengko dan sate kambing muda olahan rumah makan H. Barno. Harga seporsi nasi lengko relatif murah.


Cirebon memang menawarkan sederet kuliner yang bukan saja lezat, tetapi juga legendaris. Tempat ini ibarat surga kuliner. Meski banyak sajian khas lainnya yang belum sempat saya cicipi, rasa menggugah docang dan nasi lengko sudah cukup untuk memenuhi hasrat lidah saya yang selalu penasaran dengan beragam kuliner lokal setiap kali mengunjungi sebuah kota.   

Cirebon, 5 Mei 2012