Rabu, 16 April 2014

Jogja Berhenti Nyaman

Tiba-tiba terbesit tentang arti kata nyaman yang sering melabeli Yogyakarta.  Seperti tiap hari saya melihat, dan saya rasa banyak juga orang Jogja mengimini demikian, poster tertulis slogan "jogja berhati nyaman" yang sudah melekat di alam pikiran warga Jogja sesekali terpasang di pinggir-pinggir jalan. Poster itu merepesentasikan DI Yogyakarta sekligus sebagai pemantik dari sebuah pertanyaan reflektif: Apakah (iya) Jogja berhati nyaman.

Dalam beberapa kesempatan berbicang dengan bnyak orang, kebanyakan memiliki pendapat yang sama. Mereka menyepakati bahwa kehidupan di Jogja lebih nyaman daripada di Jakarta atau kota-kota lainnya. Sebagai salah satu kota besar, Jogja relatif disenangi dan diminati untuk tempat tinggal. Tak heran bila lantas muncul perkataan "saya lebih merasa nyaman di kota Jogja".

Persoalannya sekarang banyak yang menyangsikan kenyamanan Jogja. Beberapa bulan lalu misalnya, saya mengunjungi pameran foto bertema "jogja berhenti nyaman" di Bentara Budaya Kompas Jogja. Acara yang digagas sejumlah wartawan itu ingin menunjukan bahwa sekarang ini kondisi Jogja sudah tidak bisa dikatakan nyaman lagi. Foto-foto yang dipajang pun menperlihatkan kondisi kota Jogja yang semerawut dan banyak permasalahan sosial yang mengganggu.

Persoalan kemacetan lalu lintas, kriminlitas, dan potret kemuskinan hanyalah sebagian saja dari banyaknya persoalan lain. Hal ini tidak hanya menjadi daftar hitam persoalan Jogja, tetapi juga kenyamanan yang harus kembali dipertanyakan.