Rabu, 21 Agustus 2013

Lokananta Di Ujung Tanduk

SOLO, (22/18). Di tengah perkembangan musik yang kian pesat, nasib Lokananta sebagai perusahaan musik nasional pertama di Indonesia berada di ujung tanduk. Kontribusinya yang besar terhadap sejarah perkembangan musik nasional, tidak sebanding dengan minimnya dukungan dari pihak-pihak terkait. Kurangnya perhatian dari pemerintah pusat dan daerah menjadi salah satu penyebab makin meredupnya pamor Lokananta.

Ditemui di kantor Lokananta, Titi, pegawai bagian keuangan, menuturkan bahwa hingga saat ini biaya pemeliharaan gedung, koleksi piringan hitam, dan gaji pegawai diperoleh dari hasil swadaya sendiri. Penghasilan utama diperoleh dari penawaran jasa rekaman, mereproduksi album-album lama, dan penyelenggaraan event-event tertentu. Dengan minimnya anggaran keuangan, Lokananta tidak lagi memproduksi album sebagaimana pada masa kejayaannya di tahun 1950-an hingga 1980-an.

Saat ini Lokananta menyimpan 40-an ribu keping piringan hitam. Koleksi musik Indonesia dari berbagai genre seperti pop, jazz, hingga musik-musik daerah, tersimpan baik di studio. Lokananta adalah satu-satunya tempat di Indonesia yang menyimpan secara lengkap rekaman musik-musik daerah, khususnya gending Jawa.

Nilai historis Lokananta yang begitu besar diharapkan dapat menggungah kesadaran pemerintah untuk membantu pemeliharaannya. "Nilai historisnya luar biasa, lucu kalo dibiarkan", ujar Bembi, salah seorang pegawai Lokananta.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar