Panasnya Cirebon
di siang hari tak serta merta lenyap kala surya menyusup di ufuk timur. Kota
ini tetap merupakan panggung yang sama, tempat di mana aktivitas manusia melaju
bersamaan dengan waktu. Ribuan kendaraan, dari mulai becak, sepeda motor,
angkutan umum, hingga mobil pribadi, saling berebut menguasai badan jalan.
Praktis, denyut kota yang berdetak kencang di siang hari, hanya sedikit
tertutupi oleh segelintir pemandangan yang menyejukan hati. Sekumpulan orang
duduk menyangga sepincuk nasi jamblang di pinggir jalan adalah sekedar
pemandangan berbeda yang tergambar di kota ini.
Saya mencoba
mencari sesuatu yang berbeda itu di malam hari. Menyusuri jalan utama kota
Cirebon dari kota tua hingga ke pusat kota, saya terkagum dengan kota super
sibuk di pantai utara Jawa ini. Malam itu saya sengaja berkendara menggunakan
sepeda motor untuk mencari kuliner khas yang biasa dijajakan dimalam hari.
Malam hari akan
terasa pas jika perut yang mulai keroncongan ini diisi dengan sesuatu yang
hangat. Ada dua pilihan; nasi goreng kuningan dan mie konclok cirebon. Meski
keduanya menarik untuk saya cicipi, pilihan jatuh pada menu kedua. Alhasil,
saya pun mencari penjual mie koclok cirebon yang memang biasa menggelar
dagangannya di malam hari.
Sepuluh menit berkendara,
warung mie koclok akhirnya saya temukan di dekat sebuah perlintasan kereta api.
Hem... ini adalah kali pertama saya mencicipi mie kopclok khas cirebon. Konon,
mie ini sangat lezat dan susah ditemukan di daerah lain. Tanpa basa-basi saya
pun memesan seporsi mie koclok dan segelas teh tawar.
Mulanya saya
mengira mie koclok ini seperti mie pada umumnya. Ketika saya belum mendapatkan
pesanan saya, saya bahkan membayangkan mie ini akan sama seperti mie godog
Magelang yang biasa saya temui di Kota Magelang. Mie godog Magelang adalah
campuran mie rebus, telur, suwiran daging ayam, dengan guyuran kuah yang gurih.
Mie godong akan mengeluarkan aroma bumbu rempah yang dominan saat mie ini disajikan
panas-panas.
Perkiraan saya
pun sirna saat mie koclok pesanan saya datang ke atas meja. Saya mengamati, mie
ini seperti bubur sumsum yang berwarna putih susu. Kuah mie yang saya bayangkan
seperti umumnya olahan mie lainnya, ternyata sangat berbeda dengan mie koclok
pesanan saya ini. Kuah mie koclok cirebon berwarna putih susu dan menutupi
seluruh mie. Dari berbagai sisi, mie koclok nampak seperti bubur sumsum yang
didalamnya terdapat mie telur basah.
Disamping memiliki rupa yang unik, rasa mie koclok cirebon agak berbeda. Kuah kental yang terbuat dari tepung beras berwarna putih itu memberikan citra rasa yang spesial. Rasanya sedikit manis, tapi tidak membikin enek. Rasa manis sangat cocok dengan lidah saya yang terbiasa dengan makanan jawa yang manis-manis. Dalam seporsi mie koclok yang dipatok seharga 12 ribu rupiah ini, saya menemukan olahan mie yang lembut, suwiran daging ayam, telur rebus, dan kuah manis.
Setelah kenyang
dengan sajian mie koclok, langkah kaki saya kembali bergegas untuk memburu
kuliner khas lainnya. Adalah tahu petis, camilan tradisional yang menjadi
favorit bagi orang Cirebon. Tahu petis juga dijajakan malam hari. Saya mencoba
mencari tahu petis di pinggir jalan-pinggir jalan yang membelah pusat kota.
Cukup merogoh kocek 10 ribu rupiah, saya bisa menikmati sebungkus tahu petis. Tahu petis adalah tahu goreng yang dinikmati dengan cocolan petis sebagai pelengkap rasanya. Selain rasa gurih pada tahunya, rasa manis dan aroma petis membuat tahu petis memberikan rasa yang lezat. Ya, tahu petis yang dinikmati malam hari itu, menjadi menu penutup makan malam saya berbeda di kota Cirebon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar