Diselenggarakannya
festival gerobak sapi tidak lepas dari kesadaran para bajingers terhadap benda warisan leluhur yang kian dilupakan di era
sekarang. Ketika masyarakat sekarang beralih menggunakan alat transportasi
bertenaga mesin, maka sebentuk moda transportasi tradisional bertenaga hewan mau
tidak mau harus ditinggalkan. Gerobak sapi, alat transportasi tradisional
peninggalan nenek moyang, kini tinggal menjadi benda antik di tengah menjamurnya
kendaraan bermotor. Banyak orang yang tidak tahu bahwa pada masa kejayaannya gerobak
sapi pernah menjadi moda trasnportasi utama di Jawa.
Pemanfaatkan
gerobak sapi sebagai moda transportasi bisa dirunut sejak era sebelum
kedatangan bangsa Belanda ke Tanah Jawa. Masyarakat Jawa menjadi kelompok
masyarakat agraris yang memodifikasi gerobak sapi ini menjadi alat pengangkut.
Petani Jawa menggunakan gerobak sapi untuk mengangkut hasil panen mereka dari
sawah menuju ke pasar. Hasil-hasil bumi berupa sayuran dan buah-buahan
selanjutnya dikirimkan ke pasar-pasar tradisional yang jaraknya tidak terlampau
jauh dari perkampungan mereka.
Seiring
dengan merebaknya perkebunan tebu di Jawa, fungsi gerobak sapi menjadi semakin
penting. Pengangkutan tebu setiap masa panen menuju ke pabrik-pabrik biasa
dilakukan dengan menggunakan gerobak sapi. Gerobak sapi menjadi komponen
penting dalam sejarah industri gula sebelum kereta api mulai dikenalkan pada
akhir abad ke 19.
Festival
gerobak sapi yang baru pertama kali digelar diharapkan dapat membangkitkan
kembali kesadaran masyarakat terhadap keberadaan moda transportasi warisan
leluhur ini. Festival ini tidak hanya berusaha melestarikan gerobak sapi yang
kini jumlahnya sudah terbilang jarang, tetapi juga untuk menjadikan gerobak
sapi sebagai ikon Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Festival
ini diikuti oleh 170 anggota komunitas gerobak sapi. Para perserta
yang berasal dari lima kabupaten di Provinsi DI Yogyakarta mempersolek gerobak
sapi mereka dengan berbagai macam asesoris agar terlihat lebih unik. Semakin
klasik penampilan gerobak sapi, maka semakin unik pula gerobak sapi tersebut.
Selain keunikan yang terlihat dari bentuk gerobak dan asesorinya, para
bajingers atau kusir gerobak sapi yang menggunakan pakaian adat Jawa memberikan
nuansa klasik pada moda transportasi ini.
Dibuka
oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono, festival gerobak sapi kemudian
dilanjutkan dengan arak-arakan mengelilingi perkampungan di sekitar stadion
Maguwoharjo. Sebagai sajian penutup, festival ini dimeriahkan dengan sejumlah
pertunjukan kesenian rakyat. Secara keseluruhan festival ini mengingatkan
kepada kita semua akan kejayaan sebuah moda transportasi yang kini telah
ditinggalkan.
ga ada yang ga unik di jogja :) click here
BalasHapus