Selasa, 25 Juni 2013

Mengenang Kejayaan Sebuah Moda Transportasi Tradisional

Matahari belum sejengkal keluar dari ufuk Barat, tapi aktivitas di lapangan utara Stadion Maguwoharjo Minggu pagi (16/6) sudah nampak hidup. Jalan aspal menuju stadion kebanggaan warga Sleman ini dipenuhi kendaraan berlalu-lalang. Sementara di salah satu sudut lapangan bertanah coklat di luar stadion telah siap berjejer seratusan gerobak sapi yang akan ikut memeriahkan acara Festival Gerobak Sapi Yogyakarta. Festival gerobak sapi menjadi ajang bersilaturahmi bagi para bajingers, sebutan untuk komunitas gerobak sapi di Yogyakarta.

Diselenggarakannya festival gerobak sapi tidak lepas dari kesadaran para bajingers terhadap benda warisan leluhur yang kian dilupakan di era sekarang. Ketika masyarakat sekarang beralih menggunakan alat transportasi bertenaga mesin, maka sebentuk moda transportasi tradisional bertenaga hewan mau tidak mau harus ditinggalkan. Gerobak sapi, alat transportasi tradisional peninggalan nenek moyang, kini tinggal menjadi benda antik di tengah menjamurnya kendaraan bermotor. Banyak orang yang tidak tahu bahwa pada masa kejayaannya gerobak sapi pernah menjadi moda trasnportasi utama di Jawa.

Pemanfaatkan gerobak sapi sebagai moda transportasi bisa dirunut sejak era sebelum kedatangan bangsa Belanda ke Tanah Jawa. Masyarakat Jawa menjadi kelompok masyarakat agraris yang memodifikasi gerobak sapi ini menjadi alat pengangkut. Petani Jawa menggunakan gerobak sapi untuk mengangkut hasil panen mereka dari sawah menuju ke pasar. Hasil-hasil bumi berupa sayuran dan buah-buahan selanjutnya dikirimkan ke pasar-pasar tradisional yang jaraknya tidak terlampau jauh dari perkampungan mereka.

Seiring dengan merebaknya perkebunan tebu di Jawa, fungsi gerobak sapi menjadi semakin penting. Pengangkutan tebu setiap masa panen menuju ke pabrik-pabrik biasa dilakukan dengan menggunakan gerobak sapi. Gerobak sapi menjadi komponen penting dalam sejarah industri gula sebelum kereta api mulai dikenalkan pada akhir abad ke 19.
 
 

 
Festival gerobak sapi yang baru pertama kali digelar diharapkan dapat membangkitkan kembali kesadaran masyarakat terhadap keberadaan moda transportasi warisan leluhur ini. Festival ini tidak hanya berusaha melestarikan gerobak sapi yang kini jumlahnya sudah terbilang jarang, tetapi juga untuk menjadikan gerobak sapi sebagai ikon Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

 
Festival ini diikuti oleh 170 anggota komunitas gerobak sapi. Para perserta yang berasal dari lima kabupaten di Provinsi DI Yogyakarta mempersolek gerobak sapi mereka dengan berbagai macam asesoris agar terlihat lebih unik. Semakin klasik penampilan gerobak sapi, maka semakin unik pula gerobak sapi tersebut. Selain keunikan yang terlihat dari bentuk gerobak dan asesorinya, para bajingers atau kusir gerobak sapi yang menggunakan pakaian adat Jawa memberikan nuansa klasik pada moda transportasi ini.
 

 
 
Dibuka oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono, festival gerobak sapi kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan mengelilingi perkampungan di sekitar stadion Maguwoharjo. Sebagai sajian penutup, festival ini dimeriahkan dengan sejumlah pertunjukan kesenian rakyat. Secara keseluruhan festival ini mengingatkan kepada kita semua akan kejayaan sebuah moda transportasi yang kini telah ditinggalkan.
 
 

1 komentar: