Kamis, 03 Oktober 2013

Menu Makan Ikan dalam Tradisi Petani

Wader goreng tepung menjadi menu makan siang saya hari ini. Meski hanya menyantap beberapa ekor saja, makan siang dengan ditemani wader goreng serasa nikmat sekali. Maklum, menu jenis ikan jarang ditemui dalam daftar menu harian bagi kebanyakan keluarga petani saat ini. 

Jika sekarang menu ikan terbilang jarang sebagai santapan sehari-hari, maka di zaman dulu ikan terbilang cukup sering dinikmati keluarga petani di desa-desa mekipun tidak terlalu sering. Intensitasnya tidak tergolong sering, tapi menu ikan biasanya tersaji sebanyak dua sampai tiga kali dalam seminggu.

Mengapa menu ikan seakan hilang dari meja makan keluarga petani di desa-desa? Jawabanya adalah, makin berjaraknya warga desa dengan sungai sebagai sumber mata air dan penghidupan.

Budaya masayarakat desa yang telah mengenal air ledeng menyebabkan kerenggangan hubungan dengan sungai. Air ledeng yang bisa dipasang dengan mudah memberikan alternatif efisien dalam penyediaan air bersih untuk kehidupan sehari-hari. Kenyataan ini bertolakbelakang dengan sepuluh tahun yang lalu, ketika sungai masih menjadi satu-satunya sumber mata air yang menghidupi warga desa.

Saya masih ingat pengalaman saya semasa kecil. Waktu itu, sungai atau dalam bahasa Jawa disebut kali adalah tempat kami bermain. Sungai sekaligus juga sebagai tempat mandi, kakus alami, mencuci pakaian hingga perabot rumah tangga, serta menjadi tempat bagi mereka yang berprofesi sebagai pencari ikan. Dulu di kampung saya ada istilah “memet”, yang ditujukan bagi pekerjaan mencari ikan di kalen atau sungai.

Pekerjaan mencari ikan di sungai hanya dilakukan sebagai sambilan saja. Mencari ikan hanya dilakukan pada saat-saat senggang atau masa istirahat dari pekerjaan di sawah. Cara mencari ikan dilakukan dengan bermacam cara bergantung alat yang tersedia. Ada yang menggunakan pancing, jala, atau jaring kecil yang disebut seser. Ada juga yang mencari ikan dengan menggunakan racun alami.

Jenis ikan yang bisa didapat dari sungai diantaranya adalah wader, tawes, mujahir, kuthuk, dan beong. Dari ukurannya, masing-masing ikan sungai itu terbilang kecil. Ikan wader misalnya, hanya seukuran dua jari manusia. Selain ikan, jenis lainnya yang biasa ditemukan banyak di sungai adalah udang.

Para pencari ikan lalu menjual hasil tangkapannya kepada warga desa. Harga yang dipatok pun terbilang murah. Jika seorang tidak mau membeli ikan dari para penjualnya, maka mereka akan mencari ikan sendiri. Ikan-ikan yang didapat tersebut kemudian menjadi menu santapan mereka dengan cara digoreng atau dimasak bumbu pedas.

Itulah cerita yang terbesit di benak saya, ketika saya menyantap satu per satu wader goreng yang sangat gurih. Wader mengingatkan saya pada sungai, di mana dulu kami semua sangat dekat dengan sumber mata air alam ini. Wader juga lah yang menyadarkan saya mengenai alasan, mengapa menu ikan saat ini jarang sekali tersaji di meja makan keluarga petani.  

image from google

(Magelang, 30 September 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar