Bulan Mei yang lalu aku sempat menyinggahi Kuningan untuk beberapa saat. Patung Kuda yang terdapat di taman kota menjadi tempat pertama yang aku kunjungi. Kesan yang muncul adalah bersih, sejuk, dan Indah. Ya, taman kota Kuningan yang dibangun sederhana dan minimalis itu jauh sekali dari kesan kumuh. Tak seperti pusat keramaian di kota-kota lain di Indonesia yang terkenal kesemrawutanya, pusat kota Kuningan dengan ikon Kuda-nya menjadi tempat yang cukup nyaman bagi siapapun yang ingin menghabiskan waktunya bersama orang-orang terdekat di tempat ini.
Tak jauh dari taman kota, Kuningan menawarkan obyek wisata yang tak kalah menariknya. Obyek wisata Sangkanhurip, demikian ia dikenal, menjadi salah satu tempat yang wajib dikunjungi oleh para pejalan dari luar daerah. Tanpa menunggu waktu lama, aku pun memutuskan untuk menyambangi tempat ini. Selain bisa merasakan sensasi pemandian air panas, aku juga dapat mencari penginapan yang relatif murah.
Jalan-jalan menyusuri tempat-tempat wisata di Kuningan menjadi pengalaman pertamaku yang sangat berkesan. Aku menemukan sebuah kabupaten yang tidak saja unik, tetapi juga sangat menawan. Berada di dataran tinggi, pemandangan pegunungan yang menghiasi lanskap kabupaten ini sepertinya telah memanjakan mataku. Semuanya hanya bukit-bukit dan tanaman padi yang menghijau. Dari tempat yang tidak begitu jauh, aku bisa mengamati dengan jelas puncak Gunung Ceremai, gunung tertinggi di Jawa Barat.
Mengagumi Alam Sambil Belajar Sejarah
Mungkin karena kebiasaan, kemana pun aku berpergian, aku selalu menanyakan tempat-tempat mana saja yang bersejarah. Aku percaya bahwa di hampir semua tempat di dunia ini pasti meninggalkan jejak-jejak masa lalu yang terus dikenang masyarakat. Begitu pula saat aku berada di Kuningan. Kepercayaan itu sama sekali tak pernah lepas dari pikiranku.
Mengingat-ingat peristiwa bersejarah di Kuningan, pikiranku terbesit pada sebuah peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Di buku-buku sejarah selalu tercatat mengenai perundingan yang dikenal dengan sebutan Perundingan Linggarjati. Menurut buku sejarah, perundingan itu diselenggarakan di Linggarjati, sebuah tempat yang terletak persis di kaki Gunung Ceremai. Ini berarti, tempat perundingan Linggarjati itu tidak jauh dari tempatku berada sekarang.
Poster yang mempropagandakan dukungan perundingan Indonesia-Belanda |
Seperti tercatat dalam nukilan sejarah Indonesia, pada bulan-bulan akhir tahun 1946, pemerintah Republik Indonesia menggelar perundingan pengakuan kedaulatan dengan pemerintah Belanda. Saat itu, pemerintah Indonesia sedang berjuang mendapatkan pengakuan kedaulatan dari pihak Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia. Sebagai usaha pertamanya, pemerintah Indonesia mengajak para pejabat Belanda untuk duduk dalam satu meja dan membicarakan status kedaulatan Indonesia. Bulan November 1946, perundingan Indonesia-Belanda digelar untuk kali pertama. Perundingan yang akhirnya menghasilkan pengakuan status Indonesia atas Sumatera, Jawa, dan Madura itu, kemudian dikenal dengan nama Perundingan Linggarjati.
Meja saling berhadapan antara delegasi Indonesia dan delegasi Belanda |
Gedung Perundingan Linggarjati nampak dari samping. |
Tampak pemandangan puncak Gunung Ceremai |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar